11 November 2010

Tanda Hati Bahagia

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat teliti dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, di mana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, sentiasa ikut pengajian nabi, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di masjid. Luas ilmunya. Orang yang menjadi rujukan para sahabat. Tidak pernah sakit. Rapat dengan 3 orang khalifah. Pernah dilantik sebagai gabenor. Suka kepada perdamaian. Terlibat dalam perang ali-muawiyah. Meninggal usia 71 tahun di thaif. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksudkan dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, iaitu :



Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.



Memiliki jiwa syukur bererti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada cita-cita yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang berada dalam kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW iaitu : "Kalau kita sedang dalam kesusahan, perhatikanlah orang yang lebih susah dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “tabah dan redha” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!



Kedua. Al azwaju shalihah, iaitu pasangan hidup yang soleh.



Pasangan hidup yang soleh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang soleh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak isteri dan anaknya kepada kesolehan. Berbahagialah menjadi seorang isteri bila memiliki suami yang soleh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak isteri dan anaknya menjadi muslim yang soleh. Demikian pula seorang isteri yang soleh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang isteri yang soleh.



Ketiga, al auladun abrar, iaitu anak yang soleh.



Saat ketika Rasulullah SAW sedang thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang bahunya lebam-melecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa bahumu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah uzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika solat, atau ketika istirehat, selain itu selebihnya saya selalu mendukungnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk ke dalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah redha kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadis tersebut kita mendapat gambaran bahawa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun paling minumum kita boleh memulakannya dengan menjadi anak yang soleh, di mana doa anak yang soleh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang soleh.



Keempat, albi'atu sholihah, iaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.



Yang dimaksudkan dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah hadisnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang soleh. Orang-orang yang soleh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang soleh adalah orang-orang yang bahagia kerana nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan turut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang soleh.



Kelima, al maalul halal, atau harta yang halal.



Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak bererti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sedekah, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya diperolehi secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal kerana doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan syaitan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.



Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.



Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.



Ketujuh, iaitu umur yang baroqah.



Umur yang berkat itu ertinya umur yang semakin tua semakin soleh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Di samping itu fikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.



Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.



Bagaimana caranya agar kita dikurniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sering dan sekhusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , iaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Di mana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah kurniakanlah aku kebahagiaan dunia ”), mempunyai makna bahawa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, iaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.



Walaupun kita akui sukar untuk mendapatkan ketujuh perkara itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebahagian saja sudah patut kita syukuri.



Manakala mengenai lanjutan doa sapu jagat tersebut iaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan syurga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Syurga itu hanyalah sebahagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk syurga bukan kerana amal soleh kita, tetapi kerana rahmat Allah.



Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan solat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk syurga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat syurga yang dijanjikan Allah.



Kata Nabi SAW, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak boleh memasukkan kalian ke syurga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk syurga hanya kerana rahmat dan kebaikan Allah semata”.



Jadi solat kita, puasa kita, taqarrub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk syurga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).



(Sumber tulisan: ceramah Ustaz Aam Aminudin, Lc. di Sapporo, Jepun dengan pengubahsuaian dan olahan semula oleh Zubair Muhammad)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan